Selasa, 17 Juni 2008

Ketilang, Suatu Ketika di Sebuah Senja



Ketilang, Suatu Ketika di Sebuah Senja
Based on true story

Malam terlihat begitu cerah. Jam tanganku menunjukkan pukul 18.45. Yeah… the night was so pretty and so young. But I didn’t want to sleep in my car since I didn’t have a car indeed. Dalam ketergesa-gesaan memburu waktu yang terasa begitu cepat berdetak, ku nyalakan Thunder kesayangan yang telah lebih dari 3 tahun setia mengantarku. Tak kuhiraukan HP yang bergetar di saku celanaku, mengingat waktu yang mepet untuk bisa ikut kelas body combat. Motor pun melaju meninggalkan kamar kos yang baru 2 minggu ku tempati. Kendaraaan masih terlihat padat merayap, apalagi di sekitar Ambassador, dimana banyak angkot dan taksi yang berhenti di bahu jalan plus pejalan kaki yang menyebrang, membuat laju motor tak bisa optimal. Namun aku yakin bahwa aku akan bisa tiba di lokasi sekitar pukul 19.00 dan masih punya waktu untuk ganti baju sebelum kelas dimulai pukul 19.05.

Laju motor semakin pelan ketika tiba di atas terowongan Cassablanca, secara banyak kendaraan yang berputar arah, salah satunya ya aku ini. Tiba-tiba seorang petugas polisi berbadan besar yang sepertinya juga menunggangi motor besar, menghentikanku.

“Selamat malam”

“Malam”

“Lampu Anda mati”?

“Oh maaf Pak, saya lupa menghidupkannya secara tadi perginya buru-buru”.

“Boleh lihat SIM dan STNK”

“Saya tidak mempunyai SIM Pak”.

“KTP”.

“Ini Pak”.

“Ikut saya”!

“Kamu tahu kesalahan Kamu”?

“Tahu Pak”.

“STNK juga sudah mati, 3 tahun dan tidak punya SIM pula. Karena tidak ada yang dapat ditahan, maka motor saya tahan

“Jangan dong Pak,nanti saya kerja pakai apa”?

“Nanti anda ikut sidang dan membayar dendanya baru boleh ambil motor Anda. Tahu berapa dendanya”?

“Berapa Pak”?

“Denda SIM Rp.250 ribu, denda lampu Rp. 60 ribu dan STNK 350 ribu”.

“Wah mahal banget Pak”

“Sidang biasanya memakan waktu 3 minggu, jadi Kamu masih punya waktu untuk ngumpulin gocap-gocap”.

“Saya tidak punya uang sebanyak itu Pak”.

“Nanti ngomong aja sama hakimnya kalau Kamu tidak punya uang segitu”.

“Apa tidak bisa bayar ke Bapak saja”?

“Berapa Kamu akan bayar”?

“Saya ada Rp. 50 ribu Pak”.

“Itu tidak cukup, pelanggaran Kamu 3 macam, tidak menyalakan lampu, SIM dan STNK. Lampu khan tiap saat harus dinyalakan di siang apalagi malam hari”.

“Iya Pak”.

“Kamu juga tidak mempunyai SIM, jadi Kamu tidak berhak untuk mengendarai motor, karena hanya yang mempunyai SIM yang boleh mengendarai motor”.

“Iya nanti saya akan bikin SIM dech Pak”.

“STNK juga mati”.

“Iya itu punya kakak saya dan dia belum sempat memperpanjang”.

“Ga sempet kok sampai 3 tahun”?

“Iya Pak,dia sibuk mungkin. Jadi gimana Pak”?

“Ya sudah Kamu bayar denda lewat saya saja. Mahal khan kalau harus bayar semuanya”?

“Iya Pak jangan semuanya, saya tidak punya duit’.

“Kamu bayar denda SIM saja,itu pun tidak perlu Rp. 250 ribu. Cukup Rp. 150. ribu saja”.

“Ga boleh kurang Pak? Saya tidak punya uang segitu”.

“Ya kalau gitu nanti Kamu bilang saja Pak Hakim kalau Kamu tidak punya uang. Kamu tetap harus bayar denda khan? Peraturan ya peraturan,harus tetap dijalankan”.

“Saya hanya ada Rp. 50 ribu Pak”.

“Ya kalau gitu nanti Kamu ambil saja motornya di Polda ya. Kumpulin duit aja dulu. Tapi asal Kamu tahu aja, biayanya jauh lebih mahal, bakal setara sama harga motor Kamu”.

“Saya minta tolong sama Bapak, saya ga ada uang”.

“Itu sudah saya tolongin”.
"Jadi ga bisa kurang nih Pak"?
"Ya iyalah masak iya donk, wapresnya aja Jusuf Kalla, bukan Jusuf Kadong. lagian sekarang lagi musim bola, masak musim bodong dan kalo Kamu sholat khan dapatnya pahala bukan pahadonk".

“Yo wis Pak, ini ada Rp. 100 ribu di dompet saya, diskon Rp. 50 ribu ya Pak”?

“Tidak bisa, kalau bisa sih dari tadi. Saya sudah capek ngomong sampai berbusa. Kamu pergi ke komandan saya aja sana”.

“Malam Pak”.

“Selamat malam”.

“Kata Pak Iwan diminta menghadap ke Bapak”.

“Apa pelanggarannya”?

“Tadi lupa menyalakan lampu Pak”.

“Tidak ada SIM dan STNK mati Dan”.

“Lampu itu harus dinyalakan setap saat, siang dan malam. Kami tidak akan tahu kalau Kamu tidak punya SIM asalkan lampu dinyalakan”.

“Iya Pak”.

“Terus gimana”?

“Pak Iwan minta saya bayar denda Rp. 150 ribu, tapi saya tawar Rp. 100.000”.

“Ya sudah, di Bantu saja Wan”.

“Baik Dan”.

“Nanti bikin SIM dan perpanjang STNK ya”.

Sambil menyerahkan the one and only selembar 100 ribuan yang tertinggal di dompet, ku raih STNK dan KTP dari tangannya dan meluncur pergi meninggalkan polisi yang terlihat memasukkan uangku ke dalam kantong celananya.

“Anjriiit.......”



Karet Pasar Baru Timur, 17 Juni 2008

Tidak ada komentar: